Mengenal PIRT dan BPOM
Izin BPOM adalah persyaratan utama bagi produsen obat, kosmetik dan makanan di Indonesia untuk memastikan produk mereka aman dikonsumsi dan digunakan oleh masyarakat.
Perbedaan izin edar dengan izin produksi menjadi penting untuk dipahami, karena izin edar BPOM mengesahkan produk untuk dipasarkan, sementara izin produksi memastikan fasilitas produksi memenuhi standar kesehatan dan keselamatan.
Beda PIRT dan BPOM terletak pada jenis produk yang diatur dan otoritas yang mengeluarkan izin; PIRT lebih fokus pada produk industri rumah tangga dengan cakupan makanan dan minuman, sedangkan BPOM mencakup produk yang lebih luas termasuk obat dan kosmetik.
Surat izin edar BPOM menjadi bukti bahwa produk telah lulus uji kelayakan dan siap diedarkan secara luas di pasar. Memahami perbedaan ini membantu pelaku usaha memenuhi regulasi yang sesuai untuk bisnis mereka.
Perbedaan PIRT dan BPOM
Perbedaan antara PIRT, BPOM dan PKRT terutama terletak pada otoritas yang mengeluarkan izin, jenis produk yang diizinkan, biaya pengurusan serta prosedur dan pemohon yang berhak mengajukan izin. Berikut ini penjelasan mendetail mengenai masing-masing poin perbedaan tersebut:
Otoritas Penerbit Izin
BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan)
BPOM adalah badan resmi yang bertanggung jawab atas pengawasan dan penerbitan izin untuk obat-obatan, obat tradisional, kosmetik serta makanan dan minuman di Indonesia.
Badan ini berfungsi untuk memastikan bahwa produk-produk yang beredar di pasar memenuhi standar keamanan dan kualitas yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Proses pengawasan dan regulasi yang dilakukan oleh BPOM sangat ketat karena menyangkut kesehatan masyarakat secara luas.
PIRT (Produk Industri Rumah Tangga)
Izin PIRT dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan setempat dan khusus untuk produk makanan dan minuman yang diproduksi oleh industri rumah tangga.
PIRT dirancang untuk mempermudah pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) dalam mendapatkan izin edar produk makanan dan minuman mereka dengan prosedur yang lebih sederhana dibandingkan BPOM. Fokus utamanya adalah pada produk yang diproduksi dalam skala kecil dan dijual secara lokal.
PKRT (Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga)
PKRT adalah izin yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan dan mencakup produk-produk kesehatan yang digunakan dalam rumah tangga atau fasilitas umum, seperti disinfektan, hand sanitizer, kapas dan pestisida.
Izin ini memastikan bahwa produk-produk tersebut aman digunakan oleh masyarakat dan memenuhi standar kesehatan yang telah ditetapkan.
Jenis Produk yang Diizinkan
BPOM
Pengawasan BPOM meliputi seluruh aspek produksi dan distribusi untuk memastikan tidak ada produk berbahaya yang beredar di pasaran. BPOM mengeluarkan izin untuk berbagai jenis produk, meliputi:
- Obat-obatan (baik obat kimia maupun herbal)
- Obat tradisional
- Kosmetik
- Makanan dan minuman
PIRT
Izin PIRT terbatas pada produk makanan dan minuman saja. Proses pengurusannya lebih sederhana dan cepat, cocok untuk pelaku usaha kecil yang memproduksi makanan dan minuman dalam skala kecil.
Produk yang mendapatkan izin PIRT harus memenuhi standar kebersihan dan kesehatan yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan setempat.
PKRT
Produk yang memerlukan izin PKRT adalah produk-produk kesehatan yang digunakan di rumah tangga atau fasilitas umum, seperti:
- Hand sanitizer
- Disinfektan
- Kapas
- Pestisida rumah tangga
- Produk-produk lainnya yang berkaitan dengan kebersihan dan kesehatan lingkungan rumah
Biaya Pengurusan
BPOM
Biaya pengurusan izin di BPOM bervariasi tergantung jenis produk dan kompleksitas pengujiannya.
Untuk produk kosmetik, biaya pengurusan bisa mencapai jutaan rupiah, sedangkan untuk obat-obatan biaya bisa lebih tinggi lagi, bahkan mencapai puluhan juta rupiah.
Hal ini karena proses pengujian yang dilakukan sangat komprehensif, termasuk uji klinis dan laboratorium yang ekstensif.
PIRT
Proses pengurusan izin PIRT biasanya gratis, terutama jika ada program pemerintah yang mendukung pemberdayaan UKM.
Namun, biaya mungkin timbul dari kebutuhan uji laboratorium yang harus dipenuhi oleh produsen, misalnya untuk memastikan produk bebas dari bakteri berbahaya dan zat kimia beracun. Biaya ini umumnya lebih rendah dibandingkan dengan BPOM.
PKRT
Biaya pengurusan izin PKRT relatif lebih murah dibandingkan BPOM, biasanya berkisar antara satu hingga tiga juta rupiah.
Biaya tersebut mencakup uji laboratorium dasar yang diperlukan untuk memastikan produk aman digunakan di rumah tangga atau fasilitas umum.
Pemohon Izin
BPOM
Pemohon izin BPOM harus merupakan badan usaha yang legal, seperti PT (Perseroan Terbatas) atau CV (Commanditaire Vennootschap), yang memiliki fasilitas produksi yang sudah terakreditasi oleh BPOM.
Proses ini tidak bisa dilakukan oleh individu perseorangan karena membutuhkan standar produksi dan pengawasan yang tinggi.
PIRT
Pemohon izin PIRT bisa perseorangan atau badan usaha kecil yang memproduksi makanan dan minuman di rumah tangga.
Prosesnya lebih sederhana dan bisa langsung dilakukan dengan koordinasi ke Dinas Kesehatan setempat. Ini mempermudah pelaku usaha kecil untuk memulai bisnisnya tanpa harus melalui birokrasi yang rumit.
PKRT
Seperti halnya BPOM, pemohon izin PKRT juga harus merupakan badan usaha yang memiliki fasilitas produksi yang telah mendapatkan sertifikasi dari Kementerian Kesehatan.
Proses ini tidak terbuka untuk individu perseorangan, melainkan untuk perusahaan yang memproduksi barang-barang kesehatan rumah tangga.
Informasi tambahan:
Proses dan waktu pendaftaran
BPOM
Proses pendaftaran di BPOM bisa dilakukan melalui situs resmi pom.go.id. Waktu yang diperlukan untuk mendapatkan izin bervariasi tergantung jenis produk:
- Obat-obatan: hingga 8 bulan
- Obat tradisional: lebih cepat, sekitar 2 bulan
- Makanan dan minuman: 1-2 bulan
PIRT
Proses pendaftaran PIRT lebih cepat, biasanya selesai dalam waktu maksimal satu bulan. Pendaftaran bisa dilakukan langsung ke Dinas Kesehatan setempat.
Prosedurnya lebih mudah dan tidak memerlukan waktu lama, terutama untuk produk yang sudah memenuhi standar dasar kebersihan dan keamanan.
PKRT
Pendaftaran PKRT memakan waktu sekitar satu hingga dua bulan, tergantung kompleksitas produk dan seberapa lengkap persyaratan yang diajukan oleh pemohon.
Proses ini juga bisa dilakukan secara online melalui situs yang telah ditentukan oleh Kementerian Kesehatan.
Dengan memahami perbedaan di atas, pelaku usaha dapat memilih jalur yang tepat untuk mendapatkan izin edar produk mereka sesuai dengan jenis dan skala usaha yang dijalankan.